Oleh: Santi Indra Astuti, S.Sos.
ABSTRAK
Pelbagai makna dilekatkan pada pendidikan. Mulai dari pendidikan sebagai kunci kemajuan peradaban bangsa, pendidikan sebagai sarana peningkatan kualitas SDM, serta pendidikan sebagai proses sosialisasi nilai-nilai budaya, sekaligus sarana ampuh untuk mengindoktrinasikan ideologi. Apapun makna pendidikan, posisinya tergolong sentral di tengah masyarakat, mengingat fungsinya selaku pranata cultural maintenance dalam sistem sosial. Namun, seiring dengan perkembangan zaman, pendidikan mendapatkan tantangan serius, ketika masyarakat bertransformasi menjadi masyarakat media yang hidup di era Informasi. Di era ini, media muncul sebagai sentra pendidikan keempat dalam ruang pendidikan secara keseluruhan, yang sebelumnya hanya diisi oleh sentra keluarga, sekolah, dan masyarakat. Tantangan yang muncul bersumber dari dominasi media massa dalam kehidupan publik, yang ketika posisinya bergeser menggantikan peran sentra pendidikan lainnya, disinyalir telah menyajikan kurikulum tersembunyi –the hidden curriculum—lewat kandungan isinya yang tidak mencerdaskan khalayak. Tantangan ini dapat diatasi lewat gerakan media literacy—sebuah konsep keberaksaraan (literacy) yang diterapkan pada media massa. Melalui gerakan ini, masyarakat diajak untuk memahami bahwa media massa sesungguhnya tidaklah netral, melainkan ajang kontestasi pelbagai kepentingan sosial ekonomi politik. Bahwa media sesungguhnya bukan sekadar alat kontrol sosial dan cermin realitas, melainkan punya peran dalam mengonstruksi realitas sosial secara subjektif. Lewat upaya penyadaran semacam ini, gerakan media literacy berkehendak mendidik masyarakat guna memanfaatkan informasi dan kandungan media lainnya sesuai dengan keperluannya. Lebih jauh lagi, gerakan ini bermaksud mendidik masyarakat agar mampu bersikap kritis dan bijak dalam menghadapi banjir informasi dan upaya media massa mendominasi kehidupan masyarakat sehari-hari.
Continue reading →